Makalah Pancasila sebagai Etika Politik
Pancasila
sebagai Etika Politik
A. Pengertian
Politik
Pengertian
politik berasal dari kosakata politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan perlu di tentukan kebijakan-kebijakan
umun atau piblis policies, yang menyangkut peraturan dan pembagian dari
sumber-sumber yang ada.Dan politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat bukan tujuan pribadi seseorang.Selain itu politik juga menyangkut
kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun
perseorangan.
B.
Pengertian Etika Politk
Pengertian etika sebagai suatu usaha,filsaat dibagi menjadi
beberapa cabang menurut lingkungan bahasanya masing masin. Cabang cabang itu
dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya tentang segala sesuatu,misalnya
hakikat manusia,alam,hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan,tentang pengetahuan,tentang
apa yang kita ketahui dan filsafat teoritispun juga mempunyai maksud maksud dan
berkaitan erat dengan hal hal yang bersifat praktis,karena pemahaman yang dicari menggerakkan
kehidupannya .
Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang dan bagaimana kita dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai
karena etika pada pokoknya membicarakan masalah masalah yang berkatan dengan
prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.
Etika
Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia.Bidang
pembahasan dan metode etika politik.Pertama etika politik ditempatkan ke dalam
kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan
dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode
pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.
sejak abad
ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
a)
Perpisahan
antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara
b)
Kebebasan
berpikir dan beragama (Locke)
c)
Pembagian
kekuasaan (Locke, Montesquie)
d)
Kedaulatan
rakyat (Rousseau)
e)
Negara hokum
demokratis/republican (Kant)
f)
Hak-hak asasi
manusia (Locke, dsb)
g)
Keadilan sosial
Etika politik tidak dapat dipisahkan
dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia.Oleh karena itu etika politik
berkait dengan bidang pembahsan moral.Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal
dari kata ‘politics’ yang memiliki
makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan
pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan
keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.
C. Tujuan Etika Politik
Tujuan
etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik
bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi
politik yang adil.Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara
tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang
ada.Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang
diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam
bernegara.
D. Lima Prinsip
Dasar Etika Politik Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai
etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut
pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan
situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada
dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk
menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan
biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama,
budaya, adat.Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi.
Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah
bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa? Karena hak-hak asasi manusia
menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan.
Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun
kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia
memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia
manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan
seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila mengkaji
hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi
hak-hak asasi manusia:
·
Generasi pertama (abad ke
17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan hokum.
·
Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak
sosial
·
Generasi ketiga
(bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas
etnik).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara
melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia.[1][6] Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar
oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan
bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology, atau
sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan
(menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup.
Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah
“kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah
system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan
jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling
dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar
keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan.
Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian
atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari
berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh
dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi,
agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan
social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam
masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu
bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan
tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu
(misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis.
Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak
hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidakadilan structural paling gawat
sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain
adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas
dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di atas, tantangan
etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme
ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka
yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka
pada masyarakat.
3.
Korupsi.
E. Dimensi Manusia Politik
1.
Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai
paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari
kacamata yang berbeda-beda.Paham individualism yang merupakan bakal paham
liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas,
Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar
merupakan dasar moral politik negara.Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan
paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu.Sebaliknya kalangan
kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang
siafat manusia sebagi manusia social.Individu menurut paham kolekvitisme
dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat.Oleh karena itu konsekuensinya segala
aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham
kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk
sosial.Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan
masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia
sebagai makhluk sosial.Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi
invidu dan segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa
tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai masyarakat atau
makhluk sosial. Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan dari luar terhadap
individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia
didalam hidupnya mampu bereksistensi kare orang lain dan ia hanya dapat hidup
dan berkembang karena dalam hubunganya dengan oranglain.Dasar filosofi
sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya
bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah monodualis
yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka sifat
serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis
individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan
dan kkesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini
merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga
konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara
indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
2. .Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan
kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan
masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak.Sehingga dua segi fundamental itu dapat
diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa
berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami
akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi
hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya
terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan
manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain
dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum.Dalam suatu kehidupan
masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat
bagaimana mereka harus bertindak.Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara
efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada
norma-normanya.Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan
masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan
lemabaga itu adalah negara.Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu
penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat.Namun perlu
dipahami bahwa negara yang memiliki.
F. Nilai – nilai Pancasila Sebagai
Sumber Etika Politik
Sebagi
dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam
hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab” adalah merupakan sumber
nilai-nilai moralbagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan
Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila.
Jakarta: Paradigma offset.
H.
Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan.
Jogyakarta: Paradigma.
Komentar
Posting Komentar