Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seorang Akuntan Publik Menjaga Profesionalitas Kerjanya
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seorang
Akuntan Publik Menjaga Profesionalitas Kerjanya
Profesionalisme
adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja
tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan
rasa keterpanggilan serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan
semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang
tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan. (Wignjosoebroto, 1999).
Profesionalisme
merupakan syarat utama bagi profesi tersebut, karena dengan memiliki pandangan
profesionalisme yang tinggi maka para pengambil keputusan akan lebih percaya
terhadap hasil audit mereka. Sebagai professional, akuntan publik mengakui
tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan
seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan
pengorbanan pribadi.
Seorang
auditor bisa dikatakan professional apabila telah memenuhi dan mematuhi
standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI (Agoes:2004) antara
lain :
1) Prinsip-prinsip
yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah
ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.
2) Peraturan
perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai
peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan.
3) Interprestasi
peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus
memahaminya.
4) Ketetapan
etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh
prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar
oleh kliennya.
Skeptisisme Profesional Auditor
Skeptisisme
professional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (SPAP: SA Seksi 230,
paragraph 06). Shaub dan Lawrence (1996) menyebutkan :”“Professional skepticism is a choice to fulfill the professional
auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s
behaviour”.Dengan demikian dapat diartikan, bahwa skeptisisme professional
adalah pilihan untuk memenuhi kewajiban professional auditor untuk mencegah
atau mengurangi konsekuensi yang dapat merugikan dari perilaku orang lain.
Seseorang
yang berprofesi dibidang auditing diharuskan untuk selalu bersikap professional
dalam melaksanakan tugasnya dengan cermat dan seksama. Dalam pelaksanaan dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran professionalnya
dengan cermat dan seksama (SA seksi 230, paragraf 01). Penggunaan kemahiran
professional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan
skeptisisme professional (SA Seksi 230, paragraph 06). Skeptisisme professional
auditor diperlukan terutama untuk menjaga citra profesi akuntan publik. Oleh
karena itu, dalam hal pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif
menuntut auditor untuk mempertimbangkan kompetensi dan kecukupan bukti
tersebut. Selanjutnya, kompetensi dan kecukupan bukti audit tersebut dinilai
dalam proses audit dengan menggunakan skeptisisme professional saat proses
tersebut berlangsung. Skeptisisme bukanlah sikap sinis, tetapi merupakan sikap
yang mengharapkan untuk mempertanyakan, meragukan atau tidak setuju dengan
penyajian klien. Tetapi hal ini bukan berarti auditor harus menanamkan asumsi
bahwa manajemen tidak jujur dan juga menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak
perlu dipertanyakan lagi. Oleh karena itu, auditor tidak harus puas dengan
bukti yang diberikan manajemen. Sebab, skeptisisme professional adalah sikap
yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara
kritis terhadap bukti audit (SA Seksi 230, paragraph 06 dan 07).
1.
Pengaruh
Kompetensi Terhadap Skeptisme Profesional Auditor
Alim,dkk
(2007) menyatakan kompetensi merupakan aspek-aspek pribadi dari seorang yang
memungkinkan dia untuk dapat mencapai kinerja yang maksimal. Dalam Kusharyanti
(2003) disebutkan ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang uditor,
yaitu (1) pengetahuan tentang pengauditan umum, (2) pengetahuan tentang area
fungsional, (3) pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang terbaru, (4)
pengetahuan tentang industri khusus, dan (5) pengetahuan tentang bisnis umum
serta penyelesaian masalah.
Kesimpulan
yang dapat diambil dari uraian di atas ialah kompetensi auditor merupakan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seorang auditor untuk dapat melakukan
audit secara objektif, cermat dan seksama.
2.
Pengaruh
Time
Budget Pressure Terhadap Skeptisme Profesional Auditor
Ahituv
dan Igbaria (1998) menyatakan kinerja seseorang akan ikut dipengaruhi oleh
tekanan anggaran waktu. Menurut De Zoort (1998) tekanan anggaran waktu ialah
tekanan yang muncul dari terbatasnya sumber daya yang dimiliki dalam
menyelesaikan pekerjaan, dalam hal ini diartikan sebagai waktu yang diberikan
untuk menyelesaikan tugas. Dalam risetnya, Waggoner dan Casshel (1991)
menemukan bahwa makin sedikit waktu yang disediakan (tekanan anggaran waktu
semakin tinggi), maka makin besar transaksi yang tidak diuji oleh auditor. Hal
ini senada dengan Suprianto (2009) yang menyatakan begitu pentingnya untuk
merencanaan waktu audit dengan baik. Alokasi waktu yang baik akan mengarahkan
pada suatu kinerja yang lebih baik dan hasil yang lebih baik pula, begitu juga
sebaliknya. H2: Time Budget Pressure berpengaruh negatif terhadap skeptisme
profesional auditor Pengaruh Pengalama
Auditor Terhadap Skeptisme Profesional Auditor Pemerintah Indonesia menetapkan
bahwa auditor dapat melakukan praktik audit sebagai akuntan publik setelah
memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.01/2008 yaitu untuk mendapatkan izin seorang auditor harus berpengalaman
praktik dibidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 (seribu) jam
dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam
diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan
oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP Sementara Tubbs (1992) menyebutkan dengan
memiliki pengalaman, auditor akan memiliki kelebihan dalam hal: (1) mendeteksi
ketidaksesuaian, (2) memahami ketidaksesuaian secara akurat, dan (3) mencari
penyebab ketidaksesuaian. Standar Aduit dalam (Standar Profesi Akuntan Publik
2011, SA seksi 210:2) Standar umum yang pertama menegaskan bahwa betapa pun
tinggi kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang
bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi pesyaratan yang dimaksudkan dalam
standar auditing ini, jika tidak memiliki pendidikan dan pengalaman memadai dalam
bidang auditing. Dian indri purnamasari dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan
bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki
keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: mendeteksi kesalahan, memahami
kesalahan, dan mencari penyebab munculnya kesalahan.
Jadi
pengalaman merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah profesi yang
membutuhkan profesionalisme yang sangat tinggi seperti akuntan publik, karena
pengalaman akan mempengaruhi kualitas pekerjaan seorang auditor.
3.
Pengaruh
Etika Terhadap Skeptisme Profesional Auditor
Arens
dan Loebbecke (1996) menyatakan bahwa etika secara umum sebagai perangkat moral
dan nilai. Dapat dikatakan bahwa etika berkaitan erat dengan moral dan
nilai-nilai yang berlaku. Termasuk para auditor didalamnya, diharapkan oleh
masyarakat untuk bertindak dengan prinsip moral yang ada, jujur, adil dan tidak
memihak serta mengungkapkan laporan keuangan sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Pengaruh
Independensi Terhadap Skeptisme Profesional Auditor Independen berarti dalam
melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum tidak dibenarkan memihak
kepentingan siapa pun dan tidak mudah dipengaruhi. Standar umum kedua (SA seksi
220 dalam SPAP, 2011) menyebutkan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Selanjutnya dalam Mayangsari (2003), American Institute of Certified Public
Accountans (AICPA) menyatakan independensi merupakan suatu kemampuan bertindak
berdasarkan integritas dan obyektivitas. Dari uraian di atas maka independensi
ialah sikap seorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan
temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang diperoleh.
4.
Pengaruh
Pengalaman terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengalaman didefinisikan sebagai sesuatu
yang pernah dialami dalam kehidupan ini. Pengalaman audit yang dimaksudkan
adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang
diukur dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah
dilakukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hudayani (2004) tentang
hubungan pengalaman dan kesadaran etis terhadap skeptisisme professional
auditor diperoleh hasil bahwa, pengalaman memiliki hubungan yang berbanding
lurus dengan skeptisisme professional auditor. Penelitian serupa juga dilakukan
oleh Yuhendola (2005) yang menyatakan bahwa, pengalaman secara positif memiliki
pengaruh yang cukup kuat terhadap skeptisme professional auditor.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman auditor dan semakin tinggi
kesadaran etisnya maka semakin tinggi tingkat skeptisme professional auditor
dalam melakukan pemeriksaan sehingga dapat menghasilkan opini atau pendapat
yang dapat di percaya.
5.
Pengaruh
Kesadaran Etis terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Kesadaran
etis terdiri dari kata Kesadaran dan Etis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI, 2008) kesadaran merupakan suatu keadaan tahu, mengerti dan merasa.
Selanjutnya, Ridwan dkk. dalam Kamus Ilmiah Populer (2003 : 130) mendefinisikan
etis, sebagai berikut : ”Etis adalah segala sesuatu yang sesuai dengan etika,
sesuai dengan kesusilaan, atau sesuai dengan kesopanan.
Dari
penelitian Hudayani (2004) tentang hubungan pengalaman dan kesadaran etis
terhadap skeptisisme professional auditor diperoleh hasil bahwa, secara
kesadaran etis memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan skeptisisme
professional auditor. Disamping itu penelitiannya Yuhendola (2005) menyatakan
bahwa, kesadaran etis secara positif memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap
skeptisme professional auditor.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kesadaran etis auditor dalam
melakukan audit diduga akan berpengaruh pada pengembangan sikap skeptisisme
profesionalnya.
6.
Pengaruh
Situasi Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Situasi
audit secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan, suasana dan kondisi
yang terjadi pada saat audit dilaksanakan. Apabila dalam penugasan auditnya
auditor menemukan situasi irregularities (yang mengandung resiko besar), maka
dalam pengumpulan bukti audit dan informasi yang relevan diperlukan sikap
skeptisisme professional yang lebih tinggi karena pada prinsipnya audit
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai atas pendeteksian salah saji
yang material dalam laporan keuangan (Maghfirah dan Syahril, 2008).
7.
Pengaruh
Profesionalisme terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Agoes
(2004: 19) mengatakan bahwa semua petugas audit harus memelihara sikap
independen baik dalam kenyataan maupun penampilan, melaksanakan seluruh
tanggung jawab professional dengan integritas yang tinggi dan memelihara
objektivitas dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Penelitian Rahmad
(2005) dan Wahyudi (2006) tentang profesionalisme auditor yang terdiri dari
lima dimensi yaitu : pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,
keyakinan terhadap profesi serta hubungan dengan sesama profesi, menyatakan
bahwa profesionalisme mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pertimbangan
tingkat materialitas.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat profesionalisme
auditor, diduga akan semakin baik pula skeptisisme professional auditor
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, Fikri Muhammad. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Skeptisme Profesional Auditor: Studi Kasus Kantor
Akuntan Publik di Surabaya. Surabaya: Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia. Vol.
4 No. 7. Diambil dari : https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.stiesia.ac.id/jira/article/viewFile/935/888&ved=0ahUKEwir6YjijNjWAhXBjpQKHWWsANoQFgg_MAM&usg=AOvVaw3XQ3Hf5S_1hHQup9NjL4ZN
Yuneita Anisma, Zainal Abidin & Cristina. 2011.
Faktor yang Mempengaruhi Sikap Skeptisme
Profesional Seorang Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Sumatera: Studi Kasus
Kantor Akuntan Publik di Sumatera. Riau: Jurnal Ekonomi & Bisnis
Indonesia. Vol. 3, No. 2 : 490-497. Diambil dari: https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/413/407
Komentar
Posting Komentar